oleh Andika Kencana Putra
SAYA berpandangan, sebagai pasangan pemimpin baru, Mas Rio dan Mbak Ulfi dihadapkan pada sejumlah tantangan yang muncul pasca euforia kemenangan. Bagaimanapun juga, mengelola pemerintahan bukan hanya tentang memimpin, melainkan juga tentang bagaimana bergulat dengan berbagai dinamika internal.
Artikel "Pasca Bulan Madu, Gegeran Menunggu" yang ditayangkan sebuah media online itu mengindikasikan berbagai kemungkinan gesekan yang mungkin dihadapi Mas Rio, terutama dalam hal distribusi kekuasaan dan finansial.
Kendati demikian, saya coba melihat hal itu lebih dalam dengan sudut pandang yang berbeda; mungkin yang disebutkan dalam tulisan itu hanyalah satu sisi dari realitas yang lebih kompleks dan dinamis.
Pembagian Kekuasaan dan Finansial: Tantangan atau Kesempatan?
Ketika disebutkan tantangan pembagian kue kekuasaan dan finansial, hal ini merupakan fenomena yang tidak bisa disangkal dalam politik. Namun, alih-alih melihatnya sebagai ancaman, saya melihat ini justru bisa menjadi kesempatan bagi Mas Rio untuk menunjukkan kemampuannya dalam mengelola dan menyeimbangkan kepentingan.
Sejumlah testimoni pengelolaan tersebut dapat disebut di sini, sebagaimana misalnya yang dikatakan oleh pakar politik, Prof. Andi Yulianto, "Kepemimpinan sejati terlihat bukan dari absennya konflik, tetapi dari kemampuan untuk mengelola perbedaan kepentingan menjadi kekuatan."
Di saat partai politik memutuskan untuk mengusung Mas Rio, tentunya sudah ada kecocokan, kesepahaman bersama, bertemunya platform yang sesuai dalam membangun Situbondo kedepan.
Maka sah-sah saja jika partai politik tersebut mendorong kader atau sosok yang dianggapnya potensial untuk mewarnai pemerintahan ke depan. Sejatinya, itulah salah satu fungsi partai politik, yakni sebagai rahimnya para pemimpin. Dan jangan lupa bahwa parpol ini juga tidak sedikit diisi oleh orang-orang profesional, di bidangnya masing-masing.
Poros Kultural: Beban atau Modal Sosial?
Artikel yang konon ditulis oleh Abdul Ghofur itu juga menyoroti adanya poros kultural yang berpotensi mempengaruhi kebijakan Mas Rio. Di sini, saya berpandangan lebih optimis bahwa melihat keragaman kultural ini sebagai modal sosial yang dapat menguatkan pemerintahan.
Dengan pendekatan inklusif, Mas Rio dan Mbak Ulfi berpeluang merangkul dan mengoptimalkan setiap potensi dari berbagai kelompok kultural ini.
"Keberagaman adalah kekuatan. Yang kita perlukan adalah kepemimpinan yang mampu merangkul dan menjadikannya aset," kata Desy Arin, seorang sosiolog dari Universitas Gadjah Mada.
Mas Rio sendiri saat bincang-bincang santai bersama masyarakat, sering mengatakan bahwa; "Penyatuan kedua kultur ini, lebih dari sekedar politik," ujarnya.
Dengan kata lain, penyatuan kultur itu berada di atas politik terutama jika mengingat sejarah yang sekitar 20 tahun tak pernah bersatu. Hal ini menegaskan bahwa spirit persatuan sangat dikedepankan oleh politisi yang sebelumnya sebagai konsultan politik itu.
Relawan dan Loyalis: Suara Akar Rumput
Relawan dan loyalis yang setia sebetulnya bukanlah beban. Mereka adalah suara akar rumput yang selama ini bergerak tanpa pamrih untuk mendukung Mas Rio.
Selain segenap sumber daya politik yang memenangkan Mas Rio, ada faktor penting yang memang ingin dibangun sekaligus menjadi kekuatan Mas Rio, yakni voluntarism. Hal ini yang lambat laun semakin membesar berada di garda terdepan dalam mendukung Mas Rio.
Meskipun Abdul Ghofur menyebutkan adanya keinginan mereka akan "permen-permen kekuasaan", kepemimpinan Mas Rio yang kuat dapat memposisikan mereka sebagai mitra strategis untuk memberikan umpan balik dari rakyat.
Transparansi dan Akuntabilitas di Tengah Sorotan Publik
Sejarah membuktikan bahwa setiap pemimpin baru dihadapkan pada ekspektasi dan sorotan yang tinggi. Kalau bicara kemungkinan-kemungkinan negatif terkait fee proyek dan dana jabatan, justru inilah saat yang tepat bagi Mas Rio untuk membuktikan komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Selain itu, dalam iklim pemerintahan modern yang menuntut anti-korupsi, Mas Rio maupun Mbak Ulfi memiliki kesempatan emas untuk mendobrak stigma negatif tersebut.
Oleh karena itu, saya melihat Mas Rio berupaya membangun kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar ada advise dalam hal langkah preventif dari potensi praktek korupsi di kota santri ini.
Setiap kepemimpinan baru memang tidak terhindar dari ujian dan tantangan. Mas Rio dan Mbak Ulfi memiliki pilihan untuk melihat situasi ini sebagai peluang untuk menunjukkan kapasitas mereka.
Ujian pasca bulan madu ini lebih dari sekadar kekuasaan dan finansial, melainkan tentang bagaimana mereka membangun fondasi pemerintahan yang solid dengan integritas sebagai pilar utamanya.
Terakhir, menukil kalimat Henry Adams, seorang sejarawan Amerika terkenal, "Politik seringkali berupa sistem checks and balances, dan setiap pemerintahan memiliki kesempatan untuk membawa bangsa ke arah yang lebih baik."